Secara etimologis istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poites, yang artinya
membangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa latin dari kata poeta, yang
artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, dan menyair. Dalam
perkembangan selanjutnya, maka kata tersebut menyempit menjadi hasil seni
sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan
irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Sitomorang, 1983:10).
Puisi adalah susunan kata-kata yang dipilih dan dirangkai untuk menimbulkan
efek dan daya sentuh, tentunya dengan maksud yang lebih luas. Kata-kata atau
lebih luas lagi bahasa, sesungguhnya memiliki kekuatan- kekuatan, daya pukau,
dan daya sentuh yang luar biasa. Kekuatan-kekuatan inilah yang dieksplorasi
penyair untuk mengungkapkan maksud dan gagasannya agar dapat menyentuh
perasaan, imajinasi, dan pikiran pembacanya. Dengan pemilihan kata-kata,
dengan penggunaan majas, dengan eksplorasi bunyi, dengan penggambaran -
penggambaran yang seolah bisa diindera pembaca, dengan susunan struktur dan
kata-kata yang menimbulkan irama dan tempo yang dikehendaki, dan dengan
berbagai potensi-potensi atau kekuatan-kekuatan bahasa lainnya. Puisi merupakan
hasil penafsiran penyair terhadap kehidupan(Aisyah, 2007:2).
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Kosasih (2012: 97), puisi adalah bentuk
karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya makna. Keindahan
sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam
karya sastra itu. Adapun kekayaan makna yang terkandung dalam puisi
disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa. Bahasa yang digunakan dalam
puisi berbeda dengan yang digunakan sehari-hari. Puisi menggunakan bahasa
yang ringkas, namun maknanya sangat kaya. Kata-kata yang digunakannya adalah
kata-kata konotatif yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian.
Puisi salah satu bentuk karya sastra yang pendek dan singkat yang berisi ungkapan
isi hati, pikiran, dan perasaan pengarang yang padat yang dituangkan dengan
memanfaatkan segala daya bahasa secara pekat, kreatif, dan imajinatif. Secara
bebas dapat dikatakan bahwa puisi adalah karangan yang singkat, padat, pekat
(Suroto,1989:40).
Puisi merupakan karya sastra yang terikat ketentuan atau syarat tertentu dan
pengungkapannya tidak terperinci, tidak mendetail atau tidak meluas. Isinya tidak
sampai pada hal-hal yang kecil dan tidak sejelas karya sastra berbentuk prosa.
Karya sastra puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan hal-hal
yang pokok dan pengungkapannya dengan cara pengonsentrasian, pemusatan dan
pemadatan. Pengonsentrasian, pemusatan, dan pemadatan dari segi isi maupun
dari segi bahasa.Dari segi isi, pemusatan yaitu pengungkapan berpusat pada
masalah yang pokok saja. Pemadatannya yaitu bentuk yang berupa larik-larik
tetapi dapat mencakup peristiwa yang sangat luas dan sangat mendalam.
Sedangkan, pengonsentrasiannya yaitu peristiwa tidak langsungdiungkapkantetapi adanya pemilihan kembali pada peristiwa yang akan
diungkapkan. Dari segi bahasa terdapat pula penghematan, pemadatan, dan
pengonsentrasian serta pemusatan. Penghematan bahasa dalam arti penggunaan
kata yang sangat mendukung atau sangat tepat untuk digunakan. Pemadatan
bahasa dalam arti penggunaan kata tertentu dan terbatas dapat mewakili peristiwa
yang luas dan mendalam. Sedangkan, pengonsentrasian dan pemusatan bahasa
adalah adanya pertimbangan yang sangat masuk dalam menggunakan atau
memilih kata (Zainuddin, 1991:100).
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang menggunakan bahasa imajinatif. Ciri
khas puisi karena kekuatan puisi terletak pada kat-katanya. Puisi sering juga
menggunakan lambang-lambang untuk menambah kepuitisannya dan
menggunakan berbagai macam majas. Menurut Herman J. Waluyo (2003:1),
menyatakan bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan,
dipersingkat, dan diberi rima dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata
kias (imajinatif).
Puisi adalah ekspresi yang konkret dan yang bersifat artistik dan pikiran manusia
dalam bahasa emosional dan berirama. Puisi adalah ekspresi dari pengalaman
yang bersifat imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan atau
menyatakan yang bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa yang
memanfaatkan setiap wacana dengan matang dan tepat guna (Blair&Chandka
dalam Tarigan, 1991:7).
Dari beberapa pendapat tersebut, penulis mengacu pada pendapat Suroto yang
menyatakan bahwa puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang pendek dan
singkat yang berisi ungkapan isi hati, pikiran, dan perasaan pengarang yang padat
yang dituangkan dengan memanfaatkan segala daya bahasa secara pekat, kreatif,
dan imajinati.
Unsur-Unsur Puisi
Unsur-unsur puisi terbagi ke dalam dua macam, yakni struktur fisik dan struktur
batin Waluyo (1987:106-130).
Unsur Fisik
Unsur fisik meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Diksi (Pemilihan Kata)
Kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat
cermat. Kata-katanya merupakan hasil pertimbangan, baik itu makna, susunan
bunyinya, maupunhubungan kata itu dengan kata-kata lain dalam baris dan
baitnya.Kata-kata memiliki kedudukan yang sangat penting dalam puisi. Katakata dalam puisi bersifat konotatif dan ada pula kata-kata yang berlambang.
Makna dari kata-kata itu mungkin lebih dari satu. Kata-kata yang dipilih
hendaknya bersifat puitis, yang memunyai efek keindahan, bunyinya harus
indah dan memiliki keharmonisan dengan kata-kata lainnya (Waluyo,
1987:106).
1 . Kata Konotasi
Kata konotasi adalah kata yang bermakna tidak sebenarnya. Kata itu telah
mengalami penambahan-penambahan, baik itu berdasarkan pengalaman, kesan, imajinasi, dan sebagainya. Kata-kata dalam puisi banyak
menggunakan makna konotatif atau kiasan terkadang ada yang merupakan
suatu perbandingan.
2. Kata – Kata Berlambang
Lambang atau simbol adalah sesuatu seperti lambang, tanda, ataupun kata
yang menyatakan maksud tertentu, sering digunakan penyair dalam puisinya
contoh, puisi Hujan Bulan Juni didalamnnya terdapat lambang-lambang itu,
misalnya dinyatakan dengan kata hujan dan bunga. Hujan merupakan
perlambangan bagi „kebaikan‟ atau „kesuburan‟. Sementara itu, bunga
bermakna „keindahan‟.
b.Pengimajinasian
Pengimajinasian adalah kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan
khayalan atau imajinasi. Dengan daya imajinasi tersebut, pembaca seolah-olah
merasa, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair. Dengan
kata-kata yang digunakan penyair, pembaca seolah-olah:
1. mendengar suara (imajinasi auditif)
2. melihat benda-benda (imajinatif visual), atau
3. meraba dan menyentuh benda-benda (imajinasi taktil)
c. Kata Konkret
Kata-kata harus diperkonkret atau diperjelas, jika penyair mahir
memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar,
atau merasa apa yang dilukiskan penyair. Pembaca dapat membayangkan
secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan, setiap penyair berusaha mengonkretkan hal yang ingin dikemukakan agar pembaca membayangkan
dengan lebih hidup apa yang dimaksudnya.
Cara yang digunakan oleh setiap penyair berbeda dari cara yang digunakan
oleh penyair lainnya. Pengonkretan kata ini erat hubungannya dengan
pengimajian, pelambangan dan pengiasan. Ketiga hal itu juga memanfaatkan
gaya bahasa untuk memperjelas apa yang ingin dikemukakan.
d. Bahasa Figuratif ( Majas)
Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga
disebut bahasa figuratif yang menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Majas (figurative
language) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu
dengan cara membandingkan dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan
atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar
gambaran benda yang dibandingkan itu lebih jelas. Misalnya, untuk
menggambarkan keadaan ombak, penyair menggunkan majas personifikasi.
Majas menjadikan suatu puisi lebih indah. Bahasa figuratif dipandang lebih
efektif untuk menyatakan apa yang dimaksud penyair, karena: (1) bahasa
figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif;(2) bahasa figuratif
adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang
abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca; (3) bahasa
figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan
menyampaikan sikap penyair; (4) bahasa figuratif adalah cara untuk
mengonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat (Perrine dalam
Waluyo, 1987:115).
e. Versifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan
bunyi dalam puisi. Digunakan kata rima untuk mengganti istilah persajakan
pada sistem lama karena diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya
tidak hanya pada akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruhan baris dan
bait. Dalam ritma pemotongan-pemotongan baris menjadi frasa yang berulangulang, merupakan unsur yang memperindah puisi itu. Ritma puisi berbeda dari
metrum (matra), metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap dan
bersifat statis. Ritma berasal dari bahasa Yunani rheo yang berarti gerakangerakan air yang teratur, terus-menerus, dan tidak putus-putus (mengalir terus).
f. Tata Wajah (Tipografi)
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan
drama. Larik-larik puisi tidak membangun periodisitet yang disebut paragraf,
namun membentuk bait.
Unsur Batin
Ada empat unsur batin puisi, yakni: tema (sense), perasaan penyair (feeling), nada
atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention) (Waluyo,
1987:106).
a. Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam
puisinya.berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam puisinya. Tema
itulah yang menjadi kerangka pengembangan sebuah puisi. Jika landasan
awalnya tentang ketuhanan, maka keseluruhan struktur puisi itu tidak lepas dari
ungkapan-ungkapan atas eksistensi Tuhan. Demikian halnya jika yang
dominan adalah dorongan cinta dan kasih sayang, maka yang ungkapanungkapan asmaralah yang akan lahir dalam puisinya itu.
Secara umum, tema-tema di dalam puisi dikelompokan sebagai berikut.
1. Tema Ketuhanan
Puisi-puisi dengan tema Ketuhanan biasanya akan menunjukkan religious
experience atau pengalaman religi penyair (Waluyo, 1987:107).
2. Tema Kemanusiaan
Tema kemanusiaan bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat
manusia dan bermaksud meyakinkan pembaca bahwa setiap manusia
memiliki harkat dan martabat yang sama (Waluyo, 1987:112).
3. Tema Patriotisme/ Kebangsaan
Puisi bertema ini berisikan gelora dan perasaan cinta penyair akan bangsa
dan tanah airnya. Puisi ini mungkin pula melukiskan perjuangan para
pahlawan dalam merebut kemerdekaan (Waluyo, 1987:115).
4. Tema Kedaulatan Rakyat
Dalam puisinya, penyair mengungkapkan sensitivitas dan perasaannya
untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat dan menentang sikap
kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa (Waluyo, 1987:115).
5. Tema Keadilan Sosial
Puisi yang bertema keadilan sosial menyuarakan penderitaan, kemiskinan,
atau kesengsaraan rakyat. Puisi- puisi demonstrasi yang terbit sekitar tahun
1966 banyak yang menyuarakan keadilan sosial (Waluyo, 1987:118).
b. Perasaan
Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair.
Ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan, atau pengagungan kepada
kekasih, kepada alam, atau sang Khalik. Jika penyair hendak mengagungkan
keindahan alam, maka sebagai sarana ekspresinya ia akan memanfaatkan majas
serta diksi yang mewakili dan memancarkan makna keindahan alam. Jika
ekspresinya merupakan kegelisahan dan kerinduan kepada sang Khalik, maka
bahasa yang digunakan cenderung bersifat perenungan akan eksistensinya dan
hakikat keberadaan dirinya sebagai hamba Tuhan.
Tentang bagaimana seorang penyair mengekspresikan bentuk perasaannya itu
antara lain, dapat dilihat dalam penggalan puisi berikut.
Meninggi ke langit ruhani
Lirik-lirik di atas diambil dari puisi yang berjudul Tuhan karya Bahrum
Rangkuti. Puisi tersebut merupakan wujud kerinduan dan kegelisahan penyair
untuk bertemu sang Khalik. Kerinduan dan kegelisahan itu diekspresikannya
melalui kata hanyut, kasih, meninggi, dan langit ruhani(Waluyo, 1987:121).
c. Nada dan Suasana
Dalam menulis puisi, penulis memunyai sikap tertentu terhadap pembaca:
apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau
bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair
kepada pembaca ini disebut nada puisi.Suasana adalah keadaan jiwa pembaca
setelah membaca puisi itu. Suasana merupakan akibat yang ditimbulkan puisi itu terhadap jiwa pembaca. Nada dan suasana puisi saling berhubungan dan
menimbulkan suasana tertentu terhadap pembaca. Nada duka yang diciptakan
penyair dapat menimbulkan suasana iba hati pembaca, nada kritik yang
diberikan penyair dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan bagi
pembaca, nada religius dapat menimbulkan suasana khusyuk (Waluyo,
1987:125).
c. Amanat
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita
memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan hal
yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik
kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan.
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada
dalam pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat
yang diberikan mereka yang berada dalam situasi demikian biasanya merasa
bahwa menulis puisi merupakan kebutuhan untuk berekspresi atau kebutuhan
untuk berkomunikasi dan disetiap karyanya pasti mengandung amanat yang
berguna bagi pembaca.
Tema berbeda dengan amanat, tema berhubungan dengan arti karya sastra,
sedangkan amanat berhubungan dengan makna karya sastra (meaning dan
significance). Arti karya sastra bersifat lugas, obyektif, dan khusus, sedangkan
makna karya sastra bersifat kias, subyektif dan umum. Makna berhubungan
dengan orang perorangan, konsep seseorang, dan situasi dimana penyair
mengimajinasikan karyanya (Waluyo, 1987:130)
Demikian pengertian puisi dan unsur-unsurnya, semoga bermanfaat . terimakasih